siap siaga.... 1..2..3..


Senin, 25 Juni 2012

About buku best Seller "API SEJARAH"


Bila Sejarawan mulai membisu, hilanglah kebesaran masa depan generasi bangsa ..

(Ahmad Mansur Suryanegara)

Bismillahirrahmanirrahim ,,,
Ini hanya kilasan mengenai buku best seller "API SEJARAH" yang di karang Oleh Prof. Ahmad Mansyur  Suryanegara Guru Besar Universitas Padjajaran Bandung.
Ahmad Mansur Suryanegara, dosen luar biasa di jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaiora UIN Sunan Gunung Bandung ini kembali membuka persoalan sejarah yang ditutup oleh rezim Orde Baru. Buku yang diterbitkan Salamadani Pustaka Semesta ini isinya membongkar sejarah yang disembunyikan, khususnya kezaliman kaum nasionalis dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penghilangan jejak peran ulama dan organisasi Islam dalam menegakkan NKRI, dan membongkar perselingkuhan kaum priyayi dengan penjajah Belanda.
Salah satunya tentang “gugatan” tentang hari kebangkitan nasional dan pembeberan beberapa organisasi pergerakan Indonesia yang sebenarnya tidak berjuang untuk Indonesia, tetapi untuk penjajah. Menurut penulis, yang pertama memperjuangkan gerakan nasional adalah Syarikat Islam, bukan Boedi Oetomo. Pada masa itu sengaja didirikannya organisasi Boedi Oetomo adalah untuk menandingi gerakan umat Islam yang bernama Jamiat Choir (hal.319). Bahkan, ada Serikat Dagang Islamiyah di Bogor merupakan tandingan dari Syarikat Dagang Islam (hal.326) yang kehadirannya mengkhawatirkan eksistensi perekonomian dan kepentingan imperialisme Belanda.
Ahmad Mansur Suryanegara juga menyajikan fakta tentang penghinaan terhadap Rasulullah saw yang dilakukan Partai Indonesia Raja (Parindra) pimpinan Dr.Soetomo dengan menurunkan artikel di Madjalah Bangoen, 15 Oktober 1937 (hal.508). Lebih banyak lagi persoalan sejarah yang dibongkar dalam buku Api Sejarah ini. Bahkan, menurut penulisnya, pahlwan nasional Sisingamaraja dan R.A Kartini itu beragama Islam dan sang Saka Merah Putih (bendera Indonesia) sebagai bendera Rasulullah saw.
Dalam bukunya, “kejahatan” orang-orang sekuler (pada masa lalu dan yang masih hidup) yang berperan dalam panggung sejarah Indonesia sangat tampak. Hadirnya buku-buku sejarah nasional atau Indonesia (yang ditulis para “sejarahwan istana”) telah mengekecilkan peran umat Islam dan tokoh-tokoh Islam terdahulu dalam membangun NKRI. Semangat membongkar “topeng” kepalsuan sejarah dan mewujudkan tentang pentingnya memahami sejarah inilah yang tampaknya sedang digaungkan dalam buku “Api Sejarah” ini.
Jelas, buku karya Ahmad Mansur Suryanegara ini kritis, dan tajam. Karena itu, buku sejarah seperti ini sudah harus menjadi bacaan “wajib” bagi generasi sekarang yang akan melangkah dan membuat sejarah masa depan Indonesia.
Pastinya, buku ini mengusik kesadaran generasi baru tentang sejarah sebenarnya yang sudah tertanam di benak sejak sekolah dasar. Mungkin agak terlambat, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali.
Sumber: http://ahmadsahidin.wordpress.com/2009/08/28/diskusi-buku-%E2%80%9Capi-sejarah%E2%80%9D/

Karya

  • Api Sejarah, Salamadani Pustaka Semesta, 2009 - 578 halaman, ISBN 978-602-8458-24-5.
  • Api Sejarah 2, Salamadani Pustaka Semesta, 2010.
  • Menemukan sejarah: wacana pergerakan Islam di Indonesia; Mizan, 1995 - 335 halaman
  • Benarkah reformasi melahirkan perang agama: HUT ke-49 RMS yang terlupakan, 18 Januari 1950-18 Januari 1999; Al Ishlahy Press, 1999 - 40 halaman.
  • NU Lahir untuk Menjawab Tantangan Politik, Sinar Harapan, 30 Januari 1985.
  • Pemberontakan tentara Peta di Cileunca, Pangalengan, Bandung Selatan; Yayasan Wira Patria Mandiri, 1996 - 300 halaman.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Mansur_Suryanegara

GEMMA JP Proudly Present :
Buku yang akan didiskusikan adalah “Api Sejarah" Acaranya akan berlangsung pada:
Sabtu, 30 Juni 2012
Tempat : Masjid Al-Azhar Jakapermai
Pembicara : Prof. Ahmad Mansyur  Suryanegara
Moderator : Wildan Hasan (Penyiar Radio Dakta)



Kutipan di atas adalah pengantar yang di ambil dari beberapa sumber, dengan tidak mengurangi atau melebihkan isi dari sumber aslinya .  Semoga Bermanfaat. :)


Kamis, 21 Juni 2012

KUMPULAN PAMFLET GEMMA JP














Assalamu'alaikum,,,,
Sekedar share aja, barangkali bisa di jadikan referensi untuk sample pembuatan Pamflet kegiatan :)..
Semoga nermanfaat ..
Masih banyak  pamflet yang belum di u pload nih ,, tunggu update-an selanjutnya yah ^_^

Rabu, 13 Juni 2012

Hanya Allah Sebaik-Baik Tempat Mengadu




Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda :
Allah ’Azza wa Jalla akan turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman : ”Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan menerima permintaannya dan siapa yang meminta keampunan dari-Ku maka Aku akan mengampuninya.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya Allah Sebaik-Baik Tempat Mengadu

Di Thaif yang tiba-tiba ramai, orang-orang berhamburan keluar. Mengusir sosok mulia yang datang dengan niat mulia. Rasulullah yang khusus datang ke tempat itu untuk menyampaikan ajaran Islam, justru disambut dengan lemparan batu, cacian dan dikejar-kejar layaknya seorang pesakitan.
Sahabat Zaid bin Haritsah RA sudah berusaha sekuat tenaga melindungi tubuh Rasulullah dari lemparan batu. Tapi iapun kewalahan, hingga ia sendiri mengalami luka di kepalanya. Maka Rasulullahpun terluka. Tidak saja fisiknya, tapi juga hatinya.
Darah Rasulullah, sosok manusia paling agung itu mengalir, menyela butir-butir pasir tanah Thaif yang gersang. Rasulullah berlari sambil terseok-seok menghindari lemparan batu yang terus mengejarnya hingga ia berindung ke sebuah kebun milik Uqbah bin Rabi’ah. Dalam kondisi payah itu, sambil menahan sakit, ia bermunajat kepada Allah, mengadukan segala yang ia terima dari orang-orang yang tak mengerti itu.
“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah pelindung bagi si lemah, dan Engkau jualah pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku.”
Rasulullah SAW adalah manusia yang memiliki kualitas moral paling baik sepanjang zaman. Namun di hamparan tanah Thaif, Rasulullah SAW mengalami kejadian yang sangat menyesakkan dada. Itulah alur hidup dan jalan perjuangan yang harus dilaluinya.
Tetapi yang harus dicatat, dalam suasana yang sangat pahit seperti itu, Rasulullah mengajarkan betapa masih ada tempat mengadu yang segar disaat yang lain menyakitkan. Tempat mengadu yang lapang di saat yang lain sempit, yang berkenan mendengar disaat yang lain menutup mata dan menyumbat telinga. Tempat mengadu itu adalah Allah SWT.
Maka untaian pengaduan Rasulullah SAW dalam munajat itu tidak saja deklarasi kebergantungan kepada Allah,  tapi juga pencarian jawaban akan rasa tentram dari keseluruhan peristiwa yang sangat menyakitkan. Karenanya di akhir do’a itu Rasulullah SAW menegaskan, bahwa jika Allah tidak murka, maka semua kepahitan itu tak akan ia hiraukan. Inilah yang dimaksud jawaban ketentraman di balik kepahitan itu.
Karenanya, di satu sisi Rasulullah memang mengajarkan betapa setiap kita sangat perlu kepada Allah. Betapa setiap kita perlu bermunajat kepada Allah. Betapa setiap kita sangat membutuhkan saat-saat untuk mengadu kepada Allah, menyampaikan segala beban-beban hidup yang berat. Tetapi di sisi lain Rasulullah juga mengajarkan betapa munajat sangat kita perlukan sebagai tempat untuk kita memohon kepada Allah agar kesulitan yang kita hadapi bukan merupakan murkaNya. Bahkan dalam urusan yang menyenangkanpun, kita harus bermunajat kepada Allah, memohon agar kesenangan itu bukan bentuk lain dari cara Allah ’mengasih hati’  untuk kemudian berubah menjadi awal dari malapetaka kehidupan.
Setiap mukmin harus meyakini bahwa dirinya tidak lepas dari rasa bergantung kepada Allah. Tidak ada tempat mengadu yang lebih baik dari Allah SWT. Ia Maha Mendengar keluh kesah hambaNya. Maha Melihat kesusahan dan kesenangan hambaNya. Kepercayaan ini pula yang diajarkan Rasulullah ketika ia hendak kembali lagi ke Mekkah, setelah di Thaif diperlakukan semena-mena.
Zaid yang menemaninya ketika itu bertanya ”bagaimana engkau hendak pulang ke Mekkah, sedangkan penduduknya telah mengusirmu dari sana?” dengan tenang dan  mantap Rasul menjawab pertanyaan Zaid, ”Wahai Zaid, sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan membela nabi-Nya.” (Sirah Ibu Hisyam)
Begitulah, meski dalam hadist lain disebutkan bahwa peristiwa Thaif di mata Rasulullah jauh lebih berat daripada peristiwa Uhud, namun Rasulullah tetap memupuk keyakinan, menanamkan semangat dan keyakinan bahwa bersama Allah, segala kesulitan akan punya jalan kemudahan.
Episode pengusiran dari Thaif yang dialami rasulullah juga mengisyaratkan pelajaran penting lainnya. Bahwa betapapun tingginya jiwa seseorang, ia takkan bisa terlepas dari fitrah dan kadar kemanusiaannya. Fitrah perasaan yang merasa senang, sedih, ingin pada ketenangan, menghindari kesulitan dan sebagainya. Merasa sakit bila mengalami penderitaan, merasa gembira bila keinginannya tercapai. Merasa sedih kala melewati peristiwa yang menyakitkan, merasa senang bila mengalami kemudahan.
Tetapi sekali lagi, itu semua justru dalam konteks yang tak jauh berbeda, bahwa setiap orang memerlukan sandaran hidup yang kokoh. Dan tidak ada tempat bersandar yang lebih kokoh dari Allah SWT. Sementara sesama manusia tidak akan ada yang bisa menjadi tempat mengadu yang sesungguhnya. Dalam istilah Ibnul Qayyim Rahimahullah, ”Orang bodoh adalah yang mengadukan Allah kepada manusia. Andaikan ia tahu siapa Robb-nya, tentu ia tak akan mengadukan-Nya kepada manusia, dan andaikan dia tahu siapa manusia, tentu dia tidak akan mengadu pada mereka.”
Mengadukan Allah pada manusia, artinya mengeluhkan segala permasalahan dan beban hidup yang diberikan Allah atas seseorang, pada sesama makhluk. Hal itu tak akan terjadi bagi orang yang mengerti siapa Allah dan siapa manusia. Sebagian dari salafusshalih mengatakan ”Demi Allah, mengapa engkau mengadukan Yang Mengasihimu kepada siapa yang tidak mengasihimu?”
Selanjutnya menurut Ibnul Qayyim, ada tiga tingkatan yang terkait dengan masalah pengaduan. Pengaduan yang paling buruk ialah mengadukan Allah kepada makhluk-Nya. Yang paling tinggi ialah mengadukan diri sendiri kepada Allah. Dan yang pertengahan ialah mengadukan makhluk kepada Allah.
Allah memiliki salah satu sifat yang disebut Ash Shamad, atau tempat memohon pertolongan. Dalam Al Qur’an, kata Ash Shamad hanya ditemukan dalam satu ayat dari ayat kedua surat Al Ikhlas yang berbunyi, ”Allahu Ash Shamad”.Menurut Ibnu Abbas, kandungan makna Ash Shamad itu adalah sesuatu yang telah sempurna kemuliaannya, yang agung dan mencapai puncak keagungannya, yang kaya dan tidak ada yang melebihi kekayaannya, yang perkasa dan sempurna keperkasaannya, yang mengetahui dan sempurna pengetahuannya, yang bijaksana dan tiada cacat dalam kebijaksanaannya. Itulah Allah SWT.
Sifat Ash Shamad artinya hanya Allah satu-satunya tumpuan harapan, segala kebutuhan dalam wujud ini tidak tertuju kecuali kepada-Nya. Dan yang membutuhkan sesuatu tidak boleh mengajukan permohonan kepada selain-Nya. Sebagaimana dalam sebuah hadits shahih disebutkan Rasulullah SAW mengajarkan Ibnu Abbas, ”Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau membutuhkan pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.”  Allah SWT berfirman, ”Apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah(lah) datangnya, dan bila kamu ditimpa kemudharatan maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. An Nahl : 53)
Di dalam Al Qur’an Allah menjelaskan, bahwa orang-orang yang enggan memohon kepada Allah adalah orang-orang yang sombong. Allah SWT berfirman ”Dan Tuhanmu berkata, memohonlah kepada-Ku, niscaya aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari menyembahku, akan memasuki neraka secara hina.” (QS. Al Mu’min : 60)
Tak ada suasana paling indah, kecuali hadir dengan penuh ketundukan dan rasa kebergantungan yang dalam dihadapan Allah SWT. Terlebih di saat malam yang sunyi. Ketika dunia terlelap dalam diam.
Ditengah segala kesulitan hidup yang terus menumpuk, semestinya, seorang muslim punya saat-saat khusus untuk bermunajat kepada Allah di luar kewajiban rutinnya yang tetap. Dalam kesendirian, dalam suasana hening, dalam kesunyian dunia, kita bisa menyendiri mengadu kepada Allah, seluas-luasnya, sebebas-bebasnya, tanpa sedikitpun merasa tak didengarkan.
Dikutip dari http://hujanhijau83.multiply.com